Minggu, 15 Mei 2011

Halusinasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Halusinasi merupakan akibat adanya gangguan dalam proses berpikir dan orientasi realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal dan eksternal. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya suatu rangsangan dari luar. Gangguan persepsi ini meliputi seluruh panca indra.

Disfungsi yang terjadi pada halusinasi menggambarkan hilangnya kemampuan menilai realitas, klien hidup dalam dunianya sendiri dan merasa terganggu dalam interaksi sosialnya sehingga menyebabkan gangguan berhubungan sosial, komunikasi susah, dan kadang-kadang membahayakan diri klien, orang lain maupun lingkungan, menunjukan bahwa klien memerlukan pendekatan asuhan keperawatan secara intensif dan komprenhensif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat di rumuskan masalah yaitu “ Apa Itu Halusinasi dan Bagaimana Asuhan keperawatan dari Halusinasi?”

C. Tujuan

Mengetahui Apa Itu Halusinasi dan Asuhan keperawatan dari Halusinasi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Halusinasi merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan Skizofrenia. Dari seluruh klien Skizoprenia 70 % diantaranya mengalami halusinasi. Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan maniak, depresif, dan delirium.

Halusinasi adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indra sesorang pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994).

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana lmempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penyerapan panca indera tanpa ada rangsagan dari luar ( Maramis, 1998 ).

Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimuli ekstern; persepsi palsu (Lubis, 1993).

B. Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :

1. Faktor predisposisi

a. Biologis : Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b. Psikologis : Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya : Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

D. Tanda dan Gejala Halusinasi

Menurut Towsend & Mary (1995),tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:

1. Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.

2. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa sesuatu yang

1. tidak nyata.

2. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

3. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan berhias yang rapi.

4. Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah tersinggung, jengkel , mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak masuk akal, banyak keringat.

5. Berusaha untuk menghindari orang lain, Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.

6. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah, Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik, Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.

A. Tipe Halusinasi

Dibawah ini beberapa tipe dari halusinasi (Cancro & Lehman, 2000) :

Jenis Halusinasi

Karakteristik

Pendengaran (auditorik)

Mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara atau membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini paling sering dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.

Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien bahkan sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih tentang orang yang mengalami halusinasi.

Penglihatan (Visual)

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks, bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Penciuman

(olfactory)

Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering ditemukan pada

klien dengan dimensia seizure atau mengalami gangguan cerebrovaskuler.

Sentuhan /perabaan (tactile)

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

Pengecapan (gustatory)

Termasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan dan berbagai zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien.

Tabel 2 : Tipe Dari Halusinasi

A. Fase-fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart dan Larota, 2001, membagi fase halusinasi menjadi 4 fase berdasarkan tingakt ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan diri, dibagi menjadi :

Fase halusinasi

Karakteristik

Perilaku klien

Fase 1 : Comforting Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan

Klien mengatakan perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, san akut dan mencoba untuk berfokus pada pikiran menyenangkan untuk meredakan ansietas. Individu mengenali bahwa pikiran-pikiran dan pengalaman sensori berada dalam kendali kesadaran jika ansietas dapat ditangani.

Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan datang klien dapat mengontrolkesadaran dan mengenal pikirannya namun intesitas persepsi meningkat.

NONPSIKOTIK

Tersenyum atau tertawa yang tak sesuai. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat. Respon verbal yang lambat jika sedang asyik. Dia dan asyik sendiri.

Fase 2 :

Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali danmungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin mengalami dipermalukan dan pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.

PSIKOTIK RINGAN

Meningkatnya tanda-tanda sistem syaraf otonom akibat ansietas seperti peningkatn denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah. Rentang perhatian menyempit. Asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realita.

Fase 3 : Controling, ansietas berat. Pengalaman sensorimenjadi berkuasa

Klien berhenti mengehntikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik. Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori halusinasi berhenti.

PSIKOTIK

Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti kesukaran berhubungan dengan orang lain. Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat berkeringat, tremor, takmampu mematuhi perintah.

Fase 4 : CONQUERING PANIK. Umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya

Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Halusinasi berakhir dari beebrapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.

PSIKOTIK BERAT

Perilaku teror akibat panik. Potensi kuat suicide atau homicide. Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, atau katatonia. Tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek. Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KLIEN HALUSINASI DENGAR

A. Pengkajian

1. Faktor Predisposisi

a. Faktor Genetis

Telah diketahui bahwa secara genetis skizofrenia diturunkan melalui kromosom tertentu. Diduga letak gen skizofrenia ada di kromosom nomor 6 dengan kontribusi gen tambahan no. 4, 8, 15, dan 22 ( Buchanan dan Charpenter, 2000 ).

b. Faktor Neurologi

Ditemukan pada klien skizofrenia terjadi penurunan volume dan fungsi otak yang normal. Neurotransmiter juga ditemukan tak normal, khususnya dopamin, serotonin dan glutamat.

c. Studi Neurotransmiter

Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.

d. Psikologis

Antara lain anak yang diperlakukan ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin dan tak berperasaan, ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

  1. Faktor Presipitasi

Faktor-faktor pencetus respon neurobiologis :

a. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu

b. Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku.

  1. Mekanisme Koping

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi :

a. Regresi, menjadi malas beraktivitas sehari-hari

b. Proyeksi, mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.

c. Menarik diri, sulit mencari orang lain dan asyik denga stimulus internal

d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

  1. Perilaku

Halusinasi benar-benar riil dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi saat tidur.memfasiltasi pasien halusinasi, klien perlu dibuat nyaman ntuk menceritakan perihal halusinasinya. Kita ( perawat ) perlu memvalidasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan :

a. Isi halusinasi yang dialami oleh klien. Dikaji dengan suara siapa yang didengar, berkata apa bila halusinasi datang

b. Waktu dan frekuensi halusinasi

Dikaji dengan kapan halusinasi muncul, setiap apa ( pagi, siang, malam ), berapa kali sehari, sebulan, setahun. Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu diperhatikabn saat mengalami halusinasi.

c. Situasi pencetus halusinasi

Mengkaji peristiwa apa yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

d. Respon klien

Menetukan sejauh mana halusinasi telah memepengaruhi klien. Bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.

B. Diagnosa

Klien dengan halusinasi fase ke-IV mengalami panik dan perilakunya diendalikan isi halusinasinya. Dimana klien ini dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Karena halusinasinya, klien mengalami masalah keperawatan, abtara lain harga diri rendah dan isolasi sosial.

A. Rencana Keperawatan

A. SP Halusinasi

1. PASIEN

SP 1:

· Membantu klien mengenal halusinasi

· Menjelaskan cara mengontrol halusinasi

· Mengajarkan klien cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik

SP 2: Melatih klien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orla

SP 3 : Melatih klien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktivitas yang terjadwal

SP 4 : Melatih klien minum obat secra teratur

2. KELUARGA

SP 1: Memberikan HE tentang pengertian, jenis, tanda dan gejala, serta cara merawat klien halusinasi

SP 2:

· Melatih kelg praktik merawat klien langsung dihadapan klien.

· Memberi kesempatan kepsda keluarga untuk memperagakan cara merawat klien halusinasi langsung dihadapan klien

SP 3: Membuat perencanaan pulang bersama keluarga


Tidak ada komentar:

Posting Komentar