Jumat, 28 Desember 2012

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PENGLIHATAN


LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN PENGLIHATAN

A.    Pengertian
Mata adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jarak pada otak ke lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna kekuningan,produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap, sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang ( sulit melihat dalam cahaya gelap) menempatkan lansia pada risiko sedera. Sementara cahaya menyilaukan dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek dengan jelas, semua hal itu dapat memengaruhi kemampuan fungsional para lansia.
Perubahan normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan :
Perubahan Normal yang b.d Penuaan
Implikasi Klinis
1.      Penurunan kemampuan akomodasi.
2.      Kontriksi pupil sinilis.
3.      Peningkatan kekeruhan lensa dengan perubahan warna menjadi menguning.
  1. Kesukaran dalam membaca huruf-huruf yang kecil.
  2. Penyempitan lapang pandang
  3. Sensitivitas terhadap cahaya
  4. Penurunan penglihatan pada malam hari
  5. dengan persepsi kedalamam

Perubahan sistem indera pada penuaan :
Perubahan Morfologis
Perubahan Fisiologis
Penurunan jaringan lemak sekitar mata
Penurunan penglihatan jarak dekat
Penurunan elastisitas dan tonus jaringan
Penurunan koordinasi gerak bola mata
Penurunan kekeuatan otot mata
Distorsi bayangan
Penurunan ketajaman kornea
Pandangaan biru-merah
Degenerasi pada sclera, pupil dan iris
Compromised night vision
Peningkatan frekuensi proses terjadinya penyakit
Penurunan ketajaman mengenali warna hijau, biru dan ungu
Peningkatan densitas dan rigiditas lensa
Kesulitan mengenali benda yang bergerak
Perlambatan proses informasi dari system saraf pusat

B.     Jenis gangguan pada lansia dengan gangguan penglihatan
1.      Perubahan sistem lakrimalis
Pada usia lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada system kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun sumbatan system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering dijumpai pada usia lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan.
Setelah usia 40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur. Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, “Tear film break up time”
2.      Perubahan refraksi
Pada orang muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris. Dengan bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa, hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di lensa dan lensa cenderung lebih cenbung.
Perubahan astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%. Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2% dan against the rule 35%. Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea.
Penurunan daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan kesulitan untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan.
3.      Produksi humor aqueous
Pada mata sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi H.Aqueous 2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada produksi H.Aqueous. dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidsak sebanyak yang diperkirakan, oleh karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil disbanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
4.      Perubahan struktur kelopak mata
Dengan bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Gejala dan tanda :
a.       Kesulitan menggangkat palpebra superior
b.      Rasa tidak enak di daerah perorbita akibat penggunaan otot ocipitofrontalis dan otot orbicularis oculi dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra.
c.       Terbatasnya lapangan pandang superior
d.      Keluhan kosmetik.
Perubahan ini yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada :
a.      M.orbicular
Perubahan pada m.orbicularis bias menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal dimana enteropion muskulus tersebut relative stabil. Pada ektropion, bila margo palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara mekanik akan memperberat ektropionnya.
b.      Retractor palpebra inferior
Kekendoran retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.
c.       Tartus
Bilaman tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.
d.      Tendo kantus medial/lateral
Perubahan involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/ lateral sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang. Perubahan-perubahan pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses involusional tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse atau eversi tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor palpebra inferior dan tarsus.

e.       Aponeurosis muskulus levator palpebra
Dengan bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi dan terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi perubahan pada aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri relative stabil sepanjang usia. Bial blefaroptosis tersebut mengganggu penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan bias diatasi dengan tindakan operasi.
f.        Kulit
Pada usia lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi lemak preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalis.
C.     Tanda dan gejala:
1.      Sakit kepala tumpul di pagi hari
2.      Rasa sakit yang ringan pada mata
3.      Kehilangan perifer (penglihatan menyempit)
4.      Melihat lingkaran cahaya di sekitar cahaya
5.      Penurunan ketajaman penglihatan (khususnya pada malam hari) yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata.
6.      Inflamasi mata unilateral
7.      Kornea berkabut
8.      Pupil berdilatasi sedang yang tidak bereaksi terhadap cahaya
9.      Peningkatan tekanan intraokuler diketahui dengan cara membuat tekanan yang lembut pada kelopak mata pasien yang tertutup menggunakan ujung jari, bola mata menahan tekanan tersebut.
D.    Pemeriksaan diagnostik
1.      Tonometri (dengan schiøtz pneumatic atau tonometer aplanasi)
mengukur tekanan intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak menunjukkan efek klinis.
2.       Pemeriksaan slit lamp 
memperlihatkan efek glaucoma pada stuktur mata anterior, meliputi kornea, iris dan lensa.
3.      Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang memungkinkan pemeriksa untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma sudut tertutup. Sudut mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada glaucoma sudut tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia penutupan sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma terjadi bersamaan.
4.      Oftalmoskopi 
mempermudah visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka,pelengkungan discus optikus dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada glaucoma sudut tertutup
5.      Perimetrik 
 pemeriksaan lapang pandang menentukan keluasaan kehilangan penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi pemburukan pada glaucoma sudut terbuka.
6.      Fotografi fundus 
memantau dan mencatat perubahan pada discus optikus.

E.     Penanganan
1.      Glaukoma sudut terbuka
Untuk glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk mengurangi tekanan karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan tersebut meliputi penyekat beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati pada pasien yang menderita asma dan menderita bradikardia) serta betaksolol; epineprin untuk mendilatasi pupil (dikontraindikasikan pada glaucoma sudut tertutup); dan obat tetes mata miotik, seperti pilokarpin, untuk meningkatkan aliran balik humor aqueosa.
Pasien yang tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan trabekuloplasti laser argon; yaitu ahli oftalmologi memfokuskan sinar laser argon pada jalinan trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini menghasilkan pembakaran termal yang mengubah permukaan meshwork tersebut dan mudah aliran balik humor aqueosa.
Untuk melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera untuk membuka jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil dan melakukan iridektomi perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran balik humor aqueosa dibawah konjungtiva dan menghasilkan filtering bleb. Pada pascaoperatif, injeksi subkonjungtivafluororasil dapat diberikan untuk mempertahankan tekanan fistula. Iridektomi mengurangi tekanan dengan cara mengeksisi sebagian iris untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa. Beberapa hari kemudian, ahli bedah melakukan iridektomi profilaktik pada mata lainnya (yang normal) untuk mencegah episode glaukoma akut pada mata tersebut.

2.      Glukoma sudut tertutup
Glaukoma sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang membutuhkan terapi segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi. Terapi obat-obatan praoperatif awal menurunkan tekanan intraokuler dengan asetazolamid, pilokarpin (yang mengontriksikan pupil, mendorong iris jauh dari trabekula dan memungkinkan cairan terbebas) dan manitol lewat I.V. atau gliserin aoal (yang mendorong cairan dari mata dengan menjadikan hipertonik). Jika pengobatan ini gagal untuk menurunkan tekanan, iridotomi laser atau iridektomiperifer dengan pembedahan harus dilakukan dengan cepat untuk menyelamatkan penglihatan pasien.
Analgetik narkotik dapat digunakan jika pasien mengalami nyeri berat. Setelah iridektomi perifer, tetes mata sikloplegik dapat diberikan untuk merilekskan otot-otot siliaris dan mengurangi inflamasi, sehingga mencegah perlekatan.


F.     Asuhan keperawatan
  1. Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini:
a.       Ukuran pupil mengecil
b.      Pemakaian kacamata
c.       Penglihatan ganda
d.      Sakit pada mata seperti glaukoma dan katarak
e.       Mata kemerahan
f.       Mengeluh ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan)
g.      Kesulitan memasukkan benang ke lubang jarum
h.      Permintaan untuk membacakan kalimat
i.        Kesulitan atau ketergantungan dalam melakukan aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil, makan, BAK/BAB serta berpindah)
j.        Visus

2.      Masalah keperawatan
Masalah keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia dengan masalah penglihatan adalah sebagai berikut:
a.       Gangguan persepsi sensori:penglihatan
b.      Risiko cedera: jatuh
c.       Gangguan mobilitas fisik
d.      Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari
e.       Kurang pengetahuan
f.       Kecemasan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar