LAPORAN
PENDAHULUAN
GANGGUAN
PENGLIHATAN
A.
Pengertian
Mata
adalah organ sensorik yang mentransmisikan rangsang melalui jarak pada otak ke
lobus oksipital dimana rasa penglihatan ini diterima. Sesuai dengan proses
penuaan yang terjadi, tentunya banyak perubahan yang terjadi, diantaranya alis
berubah kelabu, dapat menjadi kasar pada pria, dan menjadi tipis pada sisi
temporalis baik pada pria maupun wanita. Konjungtiva menipis dan berwarna
kekuningan,produksi air mata oleh kelenjar lakrimalis yang berfungsi untuk
melembabkan dan melumasi konjungtiva akan menurun dan cenderung cepat menguap,
sehingga mengakibatkan konjungtiva lebih kering.
Pada
mata bagian dalam, perubahan yang terjadi adalah ukuran pupil menurun dan
reaksi terhadap cahaya berkurang dan juga terhadap akomodasi. Lensa menguning
dan berangsur-angsur menjadi lebih buram mengakibatkan katarak, sehingga
memengaruhi kemampuan untuk menerima dan membedakan warna-warna. Kadang warna
gelap seperti coklat, hitam, dan marun tampak sama. Pandangan dalam area yang
suram dan adaptasi terhadap kegelapan berkurang ( sulit melihat dalam cahaya
gelap) menempatkan lansia pada risiko sedera. Sementara cahaya menyilaukan
dapat menyebabkan nyeri dan membatasi kemampuan untuk membedakan objek-objek
dengan jelas, semua hal itu dapat memengaruhi kemampuan fungsional para lansia.
Perubahan
normal pada system sensoris (penglihatan) akibat penuaan :
Perubahan Normal yang b.d Penuaan
|
Implikasi Klinis
|
1.
Penurunan kemampuan akomodasi.
2.
Kontriksi pupil sinilis.
3.
Peningkatan kekeruhan lensa
dengan perubahan warna menjadi menguning.
|
|
Perubahan
sistem indera pada penuaan :
Perubahan Morfologis
|
Perubahan Fisiologis
|
Penurunan jaringan lemak sekitar mata
|
Penurunan penglihatan jarak dekat
|
Penurunan elastisitas dan tonus
jaringan
|
Penurunan koordinasi gerak bola mata
|
Penurunan kekeuatan otot mata
|
Distorsi bayangan
|
Penurunan ketajaman kornea
|
Pandangaan biru-merah
|
Degenerasi pada sclera, pupil dan iris
|
Compromised night vision
|
Peningkatan frekuensi proses
terjadinya penyakit
|
Penurunan ketajaman mengenali warna
hijau, biru dan ungu
|
Peningkatan densitas dan rigiditas
lensa
|
Kesulitan mengenali benda yang
bergerak
|
Perlambatan proses informasi dari
system saraf pusat
|
B.
Jenis gangguan pada lansia dengan gangguan penglihatan
1. Perubahan
sistem lakrimalis
Pada usia
lanjut seringkali dijumpai keluhan nrocos. Kegagalan fungsi pompa pada system
kanalis lakrimalis disebabkan oleh karena kelemahan palpebra, eversi punctum
atau malposisi palpebra sehingga akan menimbulkan keluhan epifora. Namun
sumbatan system kanalis lakrimalis yang sebenarnya atau dacryostenosis sering
dijumpai pada usia lanjut, diman dikatakan bahwa dacryostenosis akuisita tersebut
lebih banyak dijumpai pada wanita dibanding pria. Adapun patogenesia yang pasti
terjadinya sumbatan ductus nasolakrimalis masih belum jelas, namun diduga oleh
karena terjadi proses jaringan mukosa dan berakibat terjadinya sumbatan.
Setelah usia
40 tahun khususnya wanita pasca menopause sekresi basal kelenjar lakrimal
secara progesif berkurang. Sehingga seringkali pasien dengan sumbatan pada
duktus nasolakrimalis tak menunjukkan gejala epifora oleh karena volume air
matanya sedikit. Akan tetapi bilamana sumbatan sistim lakrimalis tak nyata akan
memberi keluhan mata kering yaitu adanya rasa tidak enak seperti terdapat benda
asing atau seperti ada pasir, mata tersa leleh dan kering bahkan kabur.
Sedangkan gejala obyektif yang didapatkan diantaranya konjungtiva bulbi kusam
dan menebal kadang hiperaemi, pada kornea didapatkan erosi dan filamen. Periksa
yang perlu dilakukan adalah Schirmer, Rose Bengal, “Tear film break up time”
2. Perubahan
refraksi
Pada orang
muda, hipermetrop dapat diatasi dengan kontraksi muskulus silisris. Dengan
bertambahnya usia hipermetrop laten menjadi lebih manifest karena hilangnya
cadangan akomodasi. Namun bila terjadi sclerosis nucleus pada lensa,
hipermetrop menjadi berkurang atau terjadi miopisasi karena proses kekeruhan di
lensa dan lensa cenderung lebih cenbung.
Perubahan
astigmat mulai terlihat pada umur 10-20 tahun dengan astigmat with the
rule 75,5% dan astigmat against the rule 6,8%.
Pada umur 70-80 tahun didapatkan keadaan astigmat with the rule 37,2%
dan against the rule 35%. Factor-faktor yang mempengaruhi
perubahan astigmat antara lain kornea yang mengkerut oleh karena perubahan
hidrasi pada kornea, proses penuaan pada kornea.
Penurunan
daya akomodasi dengan manifestasi presbiopia dimana seseorang akan kesulitan
untuk melihat dekat dipengaruhi oleh berkurangnya elastisitas lensa dan
perubahan pada muskulus silisris oleh karena proses penuaan.
3. Produksi
humor aqueous
Pada mata
sehat dengan pemeriksaan Fluorofotometer diperkirkan produksi H.Aqueous
2.4 + 0,06 micro liter/menit. Beberapa factor berpengaruh pada
produksi H.Aqueous. dengan pemeriksaan fluorofotometer menunjukkan bahwa dengan
bertambahnya usia terjadi penurunan produksi H.Aqueous 2% (0,06 mikro
liter/menit) tiap decade. Penurunan ini tidsak sebanyak yang diperkirakan, oleh
karena dengan bertambahnya usia sebenarnya produksi H.Aqueous lebih stabil
disbanding perubahan tekanan intra okuler atau volume COA.
4. Perubahan
struktur kelopak mata
Dengan
bertambahnya usia akan menyebabkan kekendoran seluruh jaringan kelopak mata. Gejala dan
tanda :
a. Kesulitan
menggangkat palpebra superior
b. Rasa tidak
enak di daerah perorbita akibat penggunaan otot ocipitofrontalis dan otot
orbicularis oculi dalam mengatasi kesulitan mengangkat palpebra.
c. Terbatasnya
lapangan pandang superior
d. Keluhan
kosmetik.
Perubahan ini
yang juga disebut dengan perubahan involusional terjadi pada :
a. M.orbicular
Perubahan
pada m.orbicularis bias menyebabkan perubahan kedudukan palpebra yaitu terjadi
entropion atau ektropion. Entropion/ektropion yang terjadi pada usia lanjut
disebut entropion/ekropion senilis/ involusional. Adapun proses terjadinya
mirip, namun yang membedakan adalah perubahan pada m.orbicularis preseptal
dimana enteropion muskulus tersebut relative stabil. Pada ektropion, bila margo
palpebra mulai eversi, konjungtiva tarsalis menjadi terpapar (ekspose), ini
menyebabkan inflamasi sekunder dan tartus akan menebal sehingga secara mekanik
akan memperberat ektropionnya.
b. Retractor palpebra inferior
Kekendoran
retractor palpebra inferior mengakibatkan tepi bawah tarsus rotasi/ berputar
kearah luar sehingga memperberat terjadinya entropion.
c. Tartus
Bilaman
tartus kurang kaku oleh karena proses atropi akan menyebabkan tepi atas lebih
melengkung ke dalam sehingga entropion lebih nyata.
d. Tendo kantus medial/lateral
Perubahan
involusional pada usia lanjut juga mengenai tendon kartus medial/ lateral
sehingga secar horizontal kekencangan palpebra berkurang. Perubahan-perubahan
pada jaringan palpebra juga diperberat dengan keadaan dimana bola mata pada
usia lanjut lebih enoftalmus karena proses atropi lemak orbita. Akibatnya
kekencangan palpebra secara horizontal relative lebih nyata. Jadi apakah proses
involusional tersebut menyebabkan margo palpebra menjadi inverse atau eversi
tergantung perubahan-perubahan yang terjadi pada m.orbikularis oculi, retractor
palpebra inferior dan tarsus.
e. Aponeurosis muskulus levator palpebra
Dengan
bertambahnya usia maka aponeurosis m.levator palpebra mengalami disinsersi dan
terjadi penipisan, akibatnya terjadi blefaroptosis akuisita. Meskipun terjadi
perubahan pada aponeurosis m.levator palpebra namun m.levatornya sendiri
relative stabil sepanjang usia. Bial blefaroptosis tersebut mengganggu
penglihatan atau secara kosmetik menjadi keluhan bias diatasi dengan tindakan
operasi.
f.
Kulit
Pada usia
lanjut kulit palpebra mengalami atropi dan kehilangan elastisitasnya sehingga
menimbulkan kerutan dan lipatan-lipatan kulit yang berlebihan. Keadaan ini
biasanya diperberat dengan terjadinya peregangan septum orbita dan migrasi
lemak preaponeurotik ke arterior. Keadaan ini bisa terjadi pada palpebra
superior maupun inferior dan disebut sebagai dermatokalis.
C.
Tanda dan gejala:
1. Sakit kepala
tumpul di pagi hari
2. Rasa sakit
yang ringan pada mata
3. Kehilangan
perifer (penglihatan menyempit)
4. Melihat
lingkaran cahaya di sekitar cahaya
5. Penurunan
ketajaman penglihatan (khususnya pada malam hari) yang tidak dapat dikoreksi
dengan kacamata.
6. Inflamasi
mata unilateral
7. Kornea
berkabut
8. Pupil
berdilatasi sedang yang tidak bereaksi terhadap cahaya
9. Peningkatan
tekanan intraokuler diketahui dengan cara membuat tekanan yang lembut pada
kelopak mata pasien yang tertutup menggunakan ujung jari, bola mata menahan
tekanan tersebut.
D. Pemeriksaan
diagnostik
1. Tonometri (dengan schiøtz pneumatic atau tonometer
aplanasi)
mengukur
tekanan intraokuler dan memberikan nilai dasar untuk perujukan. Rentang tekanan
intraokuler normal berkisar dari 8 sampai 21mmHg. Akan tetapi, pasien yang
IOPnya menurun dari rentang normal dapat mengalami tanda dan gejala glaucoma
dan pasien yang mempunyai tekanan tinggi mungkin tidak menunjukkan efek klinis.
2. Pemeriksaan slit
lamp
memperlihatkan
efek glaucoma pada stuktur mata anterior, meliputi kornea, iris dan lensa.
3. Gonioskopi menentukan sudut ruang anterior mata, yang
memungkinkan pemeriksa untuk membedakan glaucoma sudut terbuka dengan glaucoma
sudut tertutup. Sudut mata normal pada glaucoma sudut terbuka sedangkan pada
glaucoma sudut tertutup tampak tidak normal. Akan tetapi, pada pasien lansia
penutupan sebagian dapat terjadi yang memungkinkan dua bentuk glaucoma terjadi
bersamaan.
4. Oftalmoskopi
mempermudah
visualisasi fundus. Pada glaucoma sudut terbuka,pelengkungan discus optikus
dapat terlihat lebih awal dibandingkan pada glaucoma sudut tertutup
5. Perimetrik
pemeriksaan lapang pandang menentukan
keluasaan kehilangan penglihatan perifer, yang membantu mengevaluasi pemburukan
pada glaucoma sudut terbuka.
6. Fotografi fundus
memantau dan
mencatat perubahan pada discus optikus.
E. Penanganan
1. Glaukoma
sudut terbuka
Untuk
glaukoma sudut terbuka, terapi obat-obatan awal bertujuan untuk mengurangi tekanan
karena penurunan produksi humor aqueosa. Obat-obatan tersebut meliputi penyekat
beta, seperti timolol (digunakan secara hati-hati pada pasien yang menderita
asma dan menderita bradikardia) serta betaksolol; epineprin untuk mendilatasi
pupil (dikontraindikasikan pada glaucoma sudut tertutup); dan obat tetes mata
miotik, seperti pilokarpin, untuk meningkatkan aliran balik humor aqueosa.
Pasien yang
tidak berespons terhadap terapi obat-obatan dapat memanfaatkan trabekuloplasti
laser argon; yaitu ahli oftalmologi memfokuskan sinar laser argon pada jalinan
trabekular pada sudut terbuka. Prosedur ini menghasilkan pembakaran termal yang
mengubah permukaan meshwork tersebut dan mudah aliran balik humor aqueosa.
Untuk
melakukan trabekulektomi, ahli bedah mendiseksi lipatan sclera untuk membuka
jalinan trabekular. Ahli bedah menghilangkan blok jaringan kecil dan melakukan
iridektomi perifer, yang menciptakan lubang untuk aliran balik humor aqueosa
dibawah konjungtiva dan menghasilkan filtering bleb. Pada pascaoperatif,
injeksi subkonjungtivafluororasil dapat diberikan untuk mempertahankan tekanan
fistula. Iridektomi mengurangi tekanan dengan cara mengeksisi sebagian iris
untuk mengembalikan aliran balik humor aqueosa. Beberapa hari kemudian, ahli
bedah melakukan iridektomi profilaktik pada mata lainnya (yang normal) untuk
mencegah episode glaukoma akut pada mata tersebut.
2. Glukoma
sudut tertutup
Glaukoma
sudut tertutup (glaukoma akut) adalah kedaruratan yang membutuhkan terapi
segera untuk mengurangi tekanan intraokuler yang tinggi. Terapi obat-obatan
praoperatif awal menurunkan tekanan intraokuler dengan asetazolamid, pilokarpin
(yang mengontriksikan pupil, mendorong iris jauh dari trabekula dan memungkinkan
cairan terbebas) dan manitol lewat I.V. atau gliserin aoal (yang mendorong
cairan dari mata dengan menjadikan hipertonik). Jika pengobatan ini gagal untuk
menurunkan tekanan, iridotomi laser atau iridektomiperifer dengan pembedahan
harus dilakukan dengan cepat untuk menyelamatkan penglihatan pasien.
Analgetik
narkotik dapat digunakan jika pasien mengalami nyeri berat. Setelah iridektomi
perifer, tetes mata sikloplegik dapat diberikan untuk merilekskan otot-otot
siliaris dan mengurangi inflamasi, sehingga mencegah perlekatan.
F. Asuhan
keperawatan
- Pengkajian
Pengkajian pada lansia dengan
gangguan penglihatan meliputi hal-hal berikut ini:
a. Ukuran pupil
mengecil
b. Pemakaian
kacamata
c. Penglihatan
ganda
d. Sakit pada
mata seperti glaukoma dan katarak
e. Mata
kemerahan
f. Mengeluh
ketidaknyamanan terhadap cahaya terang (menyilaukan)
g. Kesulitan
memasukkan benang ke lubang jarum
h. Permintaan
untuk membacakan kalimat
i.
Kesulitan atau ketergantungan dalam melakukan
aktivitas pemenuhan kebutuhan sehari-hari (mandi, berpakaian, ke kamar kecil,
makan, BAK/BAB serta berpindah)
j.
Visus
2. Masalah keperawatan
Masalah
keperawatan yang biasanya terdapat pada lansia dengan masalah penglihatan
adalah sebagai berikut:
a. Gangguan
persepsi sensori:penglihatan
b. Risiko
cedera: jatuh
c. Gangguan
mobilitas fisik
d. Gangguan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari
e. Kurang
pengetahuan
f. Kecemasan